2 Nov (1 hari yang lalu)
![]() | ![]() ![]() | |||
PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAJEMEN (TQM)
UNTUK MEMAJUKAN PENIDIKAN
Kemajuan bangsa pada era globalisasi menuntut adanya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang handal. Bangsa yang tidak mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi atau tertinggal dalam bidang ini akan terlibas dalam percaturan antar bangsa yang sangat kompetitif.
Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia menurun. Jika pada 2010 lalu Indonesia berada di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA)Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia.[1]
Menurut Mulyasa rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur pendidikan formal, informal, maupun non formal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.[2] Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa tentang pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan sumber daya sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan.
Menurut Dedi Supriadi dalam Dadang Suhardan, dikatakan bahwa sejak proklamasi kemerdekaan Tahun 1945 sampai sekarang, telah lebih setengah abad lamanya pendidikan di Indonesia berlangsung. Kondisinya telah mencapai banyak kemajuan yang mengesankan. Terutama untuk memperoleh kesempatan pendidikan bagi warga negaranya. Namun sayangnya pendidikan yang bermutu sejak dahulu sampai sekarang belum menjadi komitmen kuat pemerintah. Sampai dengan menjelang Tahun 2000, lebih dari 52 juta warga negara (lebih dari 25%) dari segala usia berada dalam sistem pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Namun demikian keberhasilan tersebut belum diimbangi oleh peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.[3]
Ditegaskan oleh Depdiknas bahwa salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, namun berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti.[4]
Dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari sistem manajemen. Pada pendidikan terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, dan kelemahan mendasar itu antara lain yaitu bidang manajemen yang mencakup dimensi proses dan substansi. Pada tataran proses, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada tataran substantif, seperti personalia, keuangan, sarana dan prasarana, instrumen pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya, tidak hanya substansinya belum komprehensif, melainkan kriteria keberhasilan untuk masing-masingnya belum ditetapkan secara taat asas.[5]
Dewasa ini Pendidikan Nasional tengah menghadapi isu krusial. Isu yang paling sensitif terkait dengan mutu pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas, professionalisme, efisiensi, debirokrasi dan prilaku pemimpin pendidikan.
Hal tersebut masih sangat kontradiktif dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional ( sisdiknas) bab II pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkankemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab . Dan pada bab III pasal 4 ayat 6 disebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah dengan memperdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.[6]
Pada hakekatnya, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan ini disebabkan antara lain ; masalah manajemen pendidikan yang kurang tepat, penempatan tenaga kerja tidak sesuai dengan bidang keahliaannya (termasuk didalamnya pengangkatan kepala sekolah yang kurang professional bahkan hanya mengutamakan nuansa politis dari pada profesionalisme), penanganan masalah bukan pada ahlinya, pemerataan kesempatan, keterbatasan anggaran yang tersedia, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan secara signifikan.
Mengacu kepada latar belakang masalah diatas, dapat ditegaskan bahwa mutu pendidikan nasional saat ini sedang menghadapi problem yang pelik dan komplek, bukan saja problem-problem rutin-administrasi, namun pula hadirnya kemampuan ketrampilan manajerial pimpinan lembaga pendidikan , perubahan prilaku dan pola hidup pimpinan lembaga pendidikan, rendahnya partisipasi dan tanggung jawab secara komprehensip tenaga pendidik dan kependidikan, niat yang kurang tulus dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi ( TUPOKSI ) yang diemban olehnya atau Tim Work Tenaga pendidik dan Kependidikan, para pelanggan pengguna lulusan menuntut profesionalisme terhadap teori, skill, dan pengalaman yang mereka miliki sesuai dengan tuntutan lapangan, masih carut marutnya pemahaman dan aplikasi teori belajar dan pembelajaran yang dimiliki oleh para guru, evaluasi kebijakan pendidikan dan evaluasi pembelajaran yang masih labil dan berubah-ubah akan mempengaruhi kegoncangan pemahaman dan ketidaknyamanan pendidik dan tenaga kependidikan.
Peningkatan mutu pendidikan sebetulnya telah dinyatakan dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 sebagai salah satu agenda utama dalam dunia pendidikan yang harus direformasi, disamping pemerataan kesempatan pendidikan, relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.[7]
Reformasi dalam bidang pendidikan tersebut telah melahirkan konsep otonomi pendidikan, dimana setiap sekolah diharapkan dapat mengoptimalkan sumber daya sekolah yang ada agar dapat menciptakan sebuah iklim sekolah yang kondusif dengan menciptakan layanan proses belajar mengajar yang bermutu. Kebijakan desentrailsasi dalam sistem otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk dapat mengaktualisasikan lembaganya agar lebih produktif dalam keunggulan mutu.
Bagi para pengelola sekolah, otonomi pendidikan dapat diartikan sebagai keleluasaan dimana bagi para manajer atau kepala sekolah dalam setiap institusi pendidikan tidak lagi harus menunggu arahan dari atasan baik dari birokrasi atasan maupun petunjuk yang ada ketika akan memperbaiki kondisi suatu sekolah. Mereka memiliki kewenangan yang besar dalam pembuatan kebijakan, implementasi dan evaluasi pada tingkat sekolah.
Konsep Manajemen mutu terpadu akan memberi solusi para professional pendidikan untuk menjawab tantangan masa kini dan masa depan . Karena Manajemen Mutu Terpadu dapat digunakan untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis dan pemerintah. Manajemen Mutu terpadu dapat membentuk masyarakat responsif terhadap perubahan tuntutan masyarakat di era globalisasi ini. Manajemen Mutu Terpadu juga dapat membentuk sekolah yang tanggap dan mampu merespon perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan demi memberikan kepuasan pada stakeholder.
Berikut ini hasil studi kasus model penerapan Total Quality Management dalam memajukan pendidikan dalam salah satu sekolah yang dilakukan pada tahun 2011 oleh penerima Beasiswa LPMP Kemendiknas di Universitas Indonesia ,
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi capaian manajemen mutu terpadu pada salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunkan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data campuran atau mixed method. Dalam penelitian ini menggunakan total sampling yaitu semua guru yang berjumlah 45 orang. Analisis statistik dengan menggunakan analisis faktor dan analisis regresi ganda dengan metode stepwise untuk mencari variabel yang berpengaruh terhadap capaian manajemen mutu terpadu.
Berdasarkan analisis faktor terbentuk 1 (satu) variabel terikat yaitu capaian manajemen mutu terpadu dan 6 (enam) variabel bebas yaitu : sarana dan prasarana sekolah, evaluasi berkelanjutan, relasi eksternal, kepemimpinan kepala sekolah, pembelajaran efektif, dan layanan bagi pelajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 (dua) variabel yang berpengaruh terhadap capaian manajemen mutu terpadu yaitu sarana dan prasarana sekolah serta evaluasi berkelanjutan. Sedangkan yang tidak berpengaruh terhadap capaian manajemen mutu terpadu terdapat 4 (empat) variabel yaitu relasi eksternal, kepemimpinan kepala sekolah, pembelajaran efektif, dan layanan bagi pelajar.
Simpulan
Dari hasil penelitian yang sudah dijelaskan , dengan menggunakan uji regresi ganda terhadap variabel capaian manajemen mutu terpadu dapat disimpulkan bahwa:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap capaian manajemen mutu terpadu pada SMP RSBI Kabupaten Indramayu adalah sarana dan prasarana sekolah, serta evaluasi berkelanjutan. Sedangkan promosi sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, bahasa pengantar dan penguasaan teknologi, serta layanan bagi pelajar memiliki pengaruh yang kecil.
2. Alasan faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap capaian manajemen mutu terpadu pada SMP RSBI Kabupaten Indramayu, yaitu :
a) Sarana dan prasarana sekolah berpengaruh cukup signifikan karena sekolah memiliki dukungan yang sangat kuat dari masyarakat dalam hal ini orang tua siswa, alumni, dan pihak PERTAMINA UEP IV Balongan Indramayu sehingga hal tersebut dapat menunjang bagi perbaikan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
b) Perbaikan berkelanjutan juga berpengaruh cukup signifikan karena sekolah selalu melakukan evaluasi dan tinjauan ulang terhadap setiap program sekolah secara berkelanjutan terutama berkaitan dengan upaya terhadap perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
c) Promosi sekolah memiliki pengaruh yang kecil karena sekolah lebih menekankan pada perbaikan komponen-komponen internal sehingga sekolah sudah memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat.
d) Kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh yang kecil, karena kepala sekolah telah melaksanakan kepemimpinannya selama 6 tahun serta pada saat konsep manajemen mutu terpadu ini dilaksanakan, pendelegasian sudah dilakukan dengan baik. Dengan adanya kepemimpinan pada semua level dan terdapatnya tim kerja yang solid merupakan faktor yang menyebabkan kepemimpinan kepala sekolah tidak lagi memiliki pengaruh yang dominan terhadap capaian manajemen mutu terpadu.
e) Bahasa pengantar dan penguasaan teknologi memiliki pengaruh yang kecil. Kendalanya terletak pada rendahnya kemampuan guru dalam berbahasa inggris serta kemampuan dalam menggunakan sarana pembelajaran yang berbasis IT.
f) Layanan bagi pelajar memiliki pengaruh yang kecil karena sekolah hanya menerima siswa yang memiliki kemampuan akademik yang baik juga lebih cenderung hanya menerima pelajar dari orang tua yang memiliki latarbelakang ekonomi mampu. Sekolah juga belum memfasilitasi sarana transportasi yang baik bagi para pelajar.
Saran Saran
Prioritas-prioritas yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam bidang pendidikan yaitu :
a) Kebijakan dalam bentuk pengadaan sarana dan prasarana sekolah yang menunjang bagi kebutuhan warga sekolah.
b) Hendaknya selalu melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan dan program yang dilaksanakan dalam upaya menuju sebuah perbaikan pendidikan untuk mencapai mutu yang diharapkan.
c) Menjalin relasi atau kerjasama dalam bidang pendidikan dengan pihak-pihak yang berkepentingan guna menunjang suatu perbaikan bagi institusi sekolah.
d) Kebijakan rekruitmen calon kepala sekolah dilakukan secara professional berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin bukan berdasarkan pertimbangan politik.
e) Meningkatkan program evaluasi melalui dinas pendidikan dalam bentuk supervisi pembelajaran untuk mencapai mutu proses pembelajaran.
f) Kebijakan pemerataan pendidikan bagi siswa miskin untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam menerima layanan pendidikan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar